Laman

Label

Minggu, 14 Juni 2015

Putri Kecil Ibu



Sabtu, 26 Sya'ban 1412 H. Kala itu pagi masih buta. Sang mentari belum jua menampakkan sinarnya. Hawa dingin masih saja menerobos masuk melalui celah pori-pori ke dalam persendian. Terbaring seorang perempuan di tempat tidurnya sembari menahan sakit yang luar biasa. Meregang nyawa demi anak dalam kandungannya. Sang suami bergegas mencari bidan untuk membantu persalinan istrinya. Bersama dengan Ibu mertua, sang suami menjemput bidan di dekat rumah mereka, karena sudah tidak memungkinkan lagi untuk memboyong istri ke puskesmas.

Tak lama kemudian, suara tangis bayi perempuan memecah bingkai keheningan di kamar berukuran 2x3 meter. Bidan belum juga datang, namun bayi itu sudah tak sabar untuk menghirup aroma segar dunia nyata. Rasa sakit, senang, haru bercampur menjadi satu. Darah yang tumpah ruah tak menjadikan perempuan itu berhenti bersyukur akan kelahiran Putri Kecilnya.

Suara tangis itu juga telah membangunkan sang kakak yang terlelap dalam buaian mimpi. Bocah laki-laki yang berumur 4 tahun. Rasa gembira tergambar jelas di wajahnya saat ia berkata "Lho adik bayi". Putri Kecil dengan mata yang bulat, kulit putih, hidung pesek, dan kepala gundul. Lucu sekali dengan hidungnya yang pesek dan mungil.

Rumah sederhana itu pun menjadi berpenghuni 5 orang. Bayi mungil itu kini telah menambah riuh kehidupan mereka. Rumah yang sederhana, dan keluarga yang sederhana. Namun semua itu sudah cukup untuk membuat Putri Kecil itu tumbuh semakin dewasa.

Masa kecil selalu membuatnya terkenang akan masa dimana dunia masih dalam genggamannya. Tiada takut, ragu, ataupun cemas ketika terjatuh saat belajar melangkah. Perlahan, jatuh, bangkit berdiri lagi, melangkah lagi, melangkah terus, hingga akhirnya ia bisa berlari. Masa dimana kepalanya yang masih gundul hingga berumur 3 tahun tetap membuatnya percaya diri, merasa tetap lucu dan menggemaskan.

Putri Kecil itu, si mata bulat, kini telah membawa mimpi masa kecilnya menuju masa depan. Namun, apa yang dirasa tak lagi sama seperti masa kecilnya. Dimana rasa takut, ragu, dan cemas begitu sering membuntutinya disetiap ia hendak melangkah. Semuanya tak lagi mudah ketika perasaan telah tercampur baur menjadi satu.

Tak banyak yang ia inginkan. Putri Kecil itu hanya tetap ingin selalu tampak menyenangkan bagi orang lain. Ia, si mata bulat dengan hidungnya yang pesek hanya ingin bisa menjadi kebanggaan. Sebuah mimpi besar sedari ia kecil hanyalah untuk membahagiakan setiap orang yang mengenalnya. Terutama sang Ibu, yang telah memperjuangkan banyak hal untuknya. Ibu, yang tiada bosan mendengarkan celotehan yang bahkan, terkadang tidak penting untuk didengarkan. Hanya demi melihat Putri Kecilnya kembali berdiri tegak dengan senyum yang mengembang.

Putri Kecil itu kini telah dewasa. Ia terus melangkah sembari menggenggam mimpinya sebagai seorang penulis. Dan mimpi-mimpi lain di masa kecilnya yang belum terjamah. Namun ia selalu percaya bahwa kesempatan itu selalu ada. Hingga suatu saat nanti, semua mimpinya bisa terwujud.

Ia telah dewasa, namun tak banyak yang bisa ia berikan kepada orang tuanya. Si mata bulat dengan hidung pesek yang mungil itu kini semakin besar, meskipun ia tetap saja manja. Seberapapun umurnya bertambah, seberapapun tinggi tubuh mungilnya dulu, ia tetap menjadi Putri Kecil Ibu. Bahkan hingga nanti, saat ia menikah, ia tetap menjadi Putri Kecil Ibu.

Dan kini, tepatnya Sabtu kemarin, tanggal 26 Sya'ban 1436 H, Putri Kecil itu genap berumur 24 tahun versi kalender Hijriah. Ia mulai merasakan jatuh cinta. Sosok lelaki yang hebat, yang kerap membuatnya kagum dengan semua kepiawaiannya. Ia hanya lelaki biasa, dengan semua kesederhanaannya. Namun, tak mudah lagi melupakan sosoknya dalam tiap keheningan malam. Ketika hanya bisa mencintainya dalam diam. Ketika semua kekosongan hanya berisi bayangan.

Putri Kecil Ibu kini telah jatuh hati. Sosoknya yang selalu menyemangati dan meyakinkan seorang Putri Kecil untuk terus meraih semua mimpi. Ia yang selalu meyakinkan bahwa Putri Kecil bisa. Meskipun kini, yang ada hanyalah diam tanpa geming, Putri Kecil tetap membawanya dalam mimpi. Putri Kecil masih menunggunya, dengan segenap rasa yang tersimpan dalam lubuk hati. Saat ini, memang hanya sebatas itu yang bisa ia lakukan sembari menanti datangnya rembulan baru dan membawanya sebagai seorang pangeran. Putri Kecil masih menantinya, melalui tiap guratan pena yang tergambar dalam kanvas-kanvas berlantunkan doa.

Bersama bayangannya, Putri Kecil terus menulis dan selalu menulis. Agar ia tahu bahwa Putri Kecil tetap berusaha berjalan di atas mimpi yang semakin nyata di depannya. Agar kelak saat benar Tuhan mempersatukannya dengan sosok idaman itu, ada banyak hal yang pantas untuk dibanggakan.

Bersama tetasan tinta, semua cintanya ia persembahkan untuk sosok Ayah dan Ibunya yang penuh kesabaran dalam membesarkan dan mendidik Putri Kecil. Kakak dan Adiknya yang selalu menemani tiap tumbuh kembang Putri Kecil. Dan untuknya, sosok yang mengagumkan, yang diam-diam telah membawa Putri Kecil Ibu terbuai dalam rasa cinta. Putri Kecil si Mata Bulat masih menunggumu di sini, menjemputnya. Dan menjadikannya sebagai Putri yang sesungguhnya. Putri Kecil itu bernama Ais.

Salam penuh kenangan dan harapan.
Aisyah El Fayruz.
@istfun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungannya.. jangan lupa tinggalkan komentar dan follow g+ yaa.. ^_^