Laman

Label

Jumat, 26 Juni 2015

Ramadhan Yang Tak Sama

Minggu kemarin, pagi-pagi sekali aku berangkat ke Malang. Masih pukul 05.00 pagi, udara masih sangat dingin dan langit pun masih sangat gelap. Waktu itu aku hendak menjemput adikku yang masih ada di pesantren untuk mendapat giliran libur selama satu minggu. Aku diantar kakak sampai di terminal Pandaan dengan mengendarai motor.

Ramadhan kali ini rasanya sungguh berbeda dengan Ramadhanku di masa kecil. Sepanjang perjalanan menuju Pandaan, tak nampak orang-orang yang berlalu lalang untuk sekedar jalan-jalan pagi. Mungkin, hanya ada beberapa orang saja yang kutemui sepanjang perjalanan. Suara merdu tilawah di surau-surau juga terasa tak seramai zaman dahulu. Saat aku masih duduk di bangku SD.

Dulu, ba'da subuh adalah waktu yang paling berharga untuk sekedar dilewatkan begitu saja. Tiap anak-anak hingga dewasa, terutama para remaja pasti akan memadati sepanjang jalan. Kemudian semuanya berkumpul di puncak atau tempat-tempat yang sejuk, yang nyaman untuk digunakan menghirup udara pagi. Beberapa juga akan menyiapkan amunisi untuk perang petasan. Menjahili anak-anak yang lain dengan suara petasan-petasan yang pasti membuat jantung terkaget-kaget.

Aku memang jarang, bahkan mungkin bisa dihitung dengan jemari, berapa kali aku mengikuti rutinitas jalan-jalan anak-anak zaman dahulu. Karena, ba'da subuh adalah waktu untuk pergi mengaji di surau. Tilawah bareng. Tak jarang juga aku membawa mainan ke surau. Jadi, setiap nunggu giliran tilawah, sebagian dari kami akan bermain "bekelan" Hihihi. Permainan yang entah masih bisa ditemukan lagi atau tidak di zaman sekarang. Tiap surau pasti selah-olah akan terus balapan untuk menghatamkan Al-qur'an terlebih dahulu.

Dan saat aku sudah mulai menginjak kelas 5 SD, tiap ba'da subuh akan menjadi waktu yang sangat mengesankan. "Ngesai kitab gundul" istilah jawanya begitu. Setelah lulus ujian TPQ di kelas 4 SD, kemudian berlanjut ke diniyah tiap sore. Tapi, kalau ramadhan jadwal mengaji berubah menjadi pagi hari. Jadi, tiap ba'da subuh aku bersama teman dan adikku pasti berlarian pergi ke pondok. Karena dari dulu memang langganan sekali terlambat. Tak hanya sekolah, ngaji pun hampir selalu terlambat. Hehehe

Tak peduli seberapa mengantuk, dan seberapa acak-acakan tulisan arabku waktu itu, kami selalu berangkat dengan senang hati. Entah nantinya akan tertidur, atau justru main menggambar di setiap kertas dan bangku mengaji. Kami tetap pergi mengaji. Tak peduli seberapa gelap dan dingin suasana pagi, kami tetap berangkat. Dan bintang-bintang akan menjadi penghibur perjalanan kami menuju pondok, kalau lagi beruntung dengan cuaca langit yang sedang cerah.

Ramadhan kali ini semakin berbeda dari waktu ke waktu. Sudah tak kutemui lagi para remaja bergerumbul jalan-jalan pagi. Suara tilawah yang dulu sangat ramai terdengar melalui speaker musholla juga tak seramai dulu. Bahkan, lebih sepi dari pada sosial media pagi hari. Tak ada lagi acara berlarian karena takut terlambat ke pondok, yang nantinya berakibat kitab kuning akan bolong sebaris, atau bahkan selembar. Teman-teman sebaya sudah pada menikah, jadi rutinitas mengaji seperti dulu juga sudah tiada. Berganti tilawah sendiri di rumah dengan target khatam setidaknya minimal 2 kali dalam sebulan. Kalau mampu sih. Hehehe.. Benar-benar sedang merindukan masa kecilku.

Kini, semuanya telah berubah, Ramadhanku tak lagi sama. Namun, semoga tetap sama-sama membawa limpahan berkah. Semoga, Ramadhan kali ini, juga menjadi Ramadhan terakhirku menjomblo :p . Semoga Ramadhan tahun depan sudah ada yang dibangunkan sahur, atau aku yang dibangunkan? entahlah. Hihihi Dan semoga Ramadhan tahun depan aku sudah memiliki satu buah buku solo yang diterbitkan di penerbit mayor. Aamiin :")


Salam rindu dan harapan.
Aisyah El Fayruz
@istfun



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungannya.. jangan lupa tinggalkan komentar dan follow g+ yaa.. ^_^