Laman

Label

Senin, 31 Agustus 2015

Gadis Kecil dan Tembok Raksasa

Di balik tembok raksasa
Nasi masuk tong sampah
Gadis kecil merintih
Lapar menyayat perih
Di balik tembok raksasa
Orang-orang berpesta

Kamis, 20 Agustus 2015

Tentang Mimpi

Pagi ini, tiba-tiba pengen baca ulang sebuah buku antologi yang berjudul jangan manja. Di situ saya terperangah oleh sebuah kisah perjuangan Mbak Belgis dalam meraih semua mimpinya. Tak mudah, itulah hidup. Tapi saya sungguh merasa salut dengan keyakinannya yang begitu kokoh tentang pencapaian semua mimpinya. Tentu sangat berbeda dengan saya, yang tak pernah berbuat apa-apa dengan mimpi saya. Bahkan entah seperti apa impian saya yang sebenarnya.

Rabu, 19 Agustus 2015

Jangan Menangis

Kenapa kau masih menangis, nduk?
Bukankah balon itu pilihanmu
Lihatlah, warnanya ungu
Persis seperti tas dan bajumu
Mendongaklah ke atas...

Merdekakan diri

17 Agustus 1945 kembali menjadi moment bersejarah yang tak terlupakan bagi tiap penduduk Indonesia. Tepatnya 12 tahun silam. Di tanggal yang sama, hari, dan tahun yang berbeda. Namun kemeriahan tetap sama. Gegap gempita perayaan kemerdekaan yang membahana di seluruh pelosok negeri.
Langit nampak ikut bergembira, bersorak membagi tiap semburat sinarnya ke bumi pertiwi. Awan-awan putihr berarakan saling kejar. Dedaunan ikut melambai senang bersama hembusan angin, mencipta suara gemerisik merdu saat berpadu dengan cicit burung pipit.

Sabtu, 08 Agustus 2015

Puingan Sajak Rindu

Langit sendu menawan sepotong rindu. Gemerisik dedaunan mengundang syahdu. Awan mulai menjatuhkan rintiknya. Berdebam perlahan membuat tanah menjadi basah. Sorak riang kicau burung membelah angkasa. Tunggang langgang saling kejar, berbagi tempat untuk merebah.

Gadis itu hanya termangu. Menatap hambar alam yang mulai menggigil. Tatapannya kosong. Menerobos remang-remang gumpalan kabut yang hilir mudik memadati tiap sudut pandang melintang.
Kali ini, bukan lagi karangan imajinasi tentang serangkaian alur kisah cinta seseorang yang terlukis di dalam benaknya. Atau, imajinasi seorang gadis bermata bulat yang merubah bentuk purnama menjadi persegi. Bukan. Bukan tentang serangkaian imajinasi lagi.

Jumat, 07 Agustus 2015

Warna Warni Rasa

Warna warni rasa hatiku..
Bagai si putih yang terbias menjadi mejikuhibiniu
Kelabu dan hitam pun telah menjadi satu
Melengkapi, mewarnai..
Laksana imajinasi yang terbang tinggi
Mengalir merebah manis getir hati
Inilah warna warni rasa hatiku..
Pagi yang indah bersama senyum sang mentari..
Aku tetap berjalan dengan pilihan rasaku..
Warna warni bak pelangi pagi..

El Fayruz



Wa

Kamis, 06 Agustus 2015

Sebuah Catatan

Hari ini adalah hari ke empat. Gadis itu kembali berkutat dengan mesin ketiknya. Hampir 20 halaman, terisi sudah. Minimal kurang 130 halaman lagi. Satu hari 5 halaman. Ia merekahkan senyum, puas. Secangkir coklat panas setia menemaninya, tergeletak anggun di atas meja bersama secarik kertas dan sebuah pena.

Mata bulatnya terus berlari, dari page 1 ke page yang lainnya. Kembali membaca ulang isi cerita dari a sampai z. Memastikan tidak ada satupun yg terlewat untuk dicatat. Sebuah sejarah kehidupan, yang terkumpul dari potongan-potongan kejadian. Haru, sedih, bahagia. Tentang impian, kenangan, janji, perasaan, kepercayaan, rencana masa depan, cinta, harapan, kepalsuan, kegetiran, dan sebuah langkah baru, sebutlah ia langkah kebangkitan.

Membutuhkan waktu hampir satu tahun dan entah bepapa ratus ribu menit untuk melengkapi endingnya. Ending? Ah sepertinya bukan. Mungkin lebih tepatnya disebut awal dari sebuah kisah baru, langkah baru, semangat baru, dengan sebuah mimpi yang tetap utuh. Satu bulan, sepertinya cukup untuk merangkumnya kembali, menuangkan semuanya ke dalam sebuah benda yang disebut kenangan abadi. Tak bersisa.

Dan kali ini, setiap hari selama satu bulan ke depan akan menjadi hari-hari pengenangan. Dimana setiap potongan kejadian kembali berputar gesit dan mendarat anggun di tempat yang disebut otak. Benda yang selalu bekerja tanpa diperintah. Hingga ia kembali hadir menjadi satu kesatuan yang utuh, sebagai kenangan, pembelajaran, pengetahuan, energi positive, dan sebuah pendewasaan.

Selamat tinggal kenangan. Selamat datang impian. Terima kasih untuk setiap inspirasi. I'll do my best. ^_^

Dalam catatan gadis bermata bulat.
Oleh El Fayruz

Sabtu, 01 Agustus 2015

Gadis Kecil itu Bernama Syifa


Gadis kecil itu bernama Syifa. Sosok gadis yang cantik dengan matanya yang bulat. Entah kenapa aku selalu suka menatap bocah bermata bulat. Usianya masih empat tahun. Dan bulan ini adalah bulan pertama ia menduduki kelas TK A.
Siang tadi, aku berkunjung ke rumahnya bersama temanku. Berbagai macam hal mengagumkan kutemukan di sana. Dengan setiap kesederhanaan yang terpoles di tiap sudut ruangan. Dan berbagai suguhan kisah yang membuat hati terpana dan ternganga.
Hari lebaran memang selalu menjadi hari kemerdekaan bagi anak-anak. Dimana seperti tradisi pada umumnya, setiap anak-anak kecil akan mendapatkan angpao lebaran. Berupa lembaran-lembaran rupiah yang didapatkan saat berkunjung ke rumah sanak saudara. Sama halnya dengan Syifa. Ia juga tak melewatkan momentum lebaran untuk berbahagia saat memiliki lembaran dengan rupiah yang ia peroleh.
Namun, ada yang sangat berbeda dengan gadis kecil itu. Disaat anak-anak sebayanya sedang sibuk menghitung uang saku lebaran, kemudian berbondong-bondong membeli berbagai macam mainan. Atau, sibuk menghabiskan uang mereka untuk jajan di sepanjang jalan. Tapi tidak dengan Syifa.
Setiap kali ditanya, “Uang lebarannya mau dibuat apa Syifa?”.
Gadis kecil itu akan selalu memiliki sebuah jawaban yang sama.
“Uangnya untuk amal, menabung, dan beli jajan” cetusnya.
Aku hanya bisa tercengang kagum mendengarkan jawaban dari mulut gadis sekecil itu. Sedari kecil, ia memang telah dibiasakan untuk beramal kepada siapapun yang membutuhkan. Bahkan, ia selalu terheboh-heboh minta uang ke Mamanya setiap kali melihat sebuah kotak amal bertengger di Masjid, Musholla, tempat mengaji, atau dimanapun ia berada. Dan ia akan mendadak pasang muka cemberut saat shalat ke masjid, sedangkan tak ia temukan sebuah kotak dengan lubang kecil di atasnya. Itulah Syifa, gadis kecil yang berhati mulia.
Beberapa waktu lalu, ada seorang temannya yang telah ditinggal orang tuanya. Tak lagi memiliki Mama dan Papa yang bisa membelikannya sepatu atau tas baru. Dengan sangat bersenang hati, Syifa merogoh uang tabungannya untuk dibelikan sebuah tas baru. Tas sekolah untuk teman sebayanya.
Mamanya selalu berkata, “Kalau Syifa pengen apa-apa, mintalah sama Allah”
Dia mengangguk.
Beberapa waktu lalu, Syifa meminta kepada Allah agar Ayahnya dibelikan sepeda motor baru. Dan Alhamdulillah, kini doa Syifa telah terwujud. Ia pun kini mengganti permintaannya. Syifa ingin punya rumah, biar tidak mengontrak lagi.
Begitu kagum dan penasaran dengan cara yang digunakan oleh orang tuanya untuk membesarkan gadis kecil itu. Hingga ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang berbeda. Gadis bermata bulat dengan hati bak malaikat. Syifa, begitulah aku memanggilnya.
Tak hanya itu, Syifa sangat enggan untuk makan sambil berdiri. Jadi, setiap kali ia membeli makanan di luar, ia akan membawanya pulang ke rumah agar bisa memakannya sambil duduk. Tak peduli, meskipun teman-temannya bisa dengan enjoy memakan jajan di sepanjang jalan. Syifa, begitulah aku memanggilnya. Gadis kecil bermata bulat, dengan hati bak malaikat.
Rumah akan selalu menjadi taman bermainnya. Mamanya memang sengaja membatasi Syifa untuk terlalu sering bermain di luar rumah. Mengingat beberapa waktu lalu ia hampir terpengaruh dengan kata-kata tak patut yang diucapkan teman-temannya. Ia lebih sering menghabiskan waktunya untuk bermain sendiri di dalam rumah.
Saat berada di halaman belakang, akan kau temukan Syifa sedang bermain dengan pasir. Mengaduk-aduknya dengan air. Ya.. cara mainnya masih sangat sederhana. Dan sepeda yang biasanya beroda empat, kini hanya tinggal tiga. Karena Ayah Syifa telah melepas satu roda belakangnya agar ia bisa segera lancar bersepeda. Namun, beberapa waktu lalu ia sempat terguling dari sepedanya, sehingga membuatnya sedikit takut saat mengendarai sepeda itu tanpa dipegangi. Jadilah aku tadi, membantu memegangi sepedanya agar Syifa tidak terguling lagi. Tetap berputar-putar di dalam rumah. Tadi, aku juga sempat ikut mengumpulkan potongan-potongan puzzle bersama Syifa. Menyenangkan bisa menemaninya bermain.
Tak ada mainan yang sia-sia. Begitulah prinsip yang diterapkan orang tua Syifa di rumahnya. Jadi, semua mainan yang dimiliki Syifa hanyalah mainan-mainan yang benar-benar memiliki manfaat dan mengasah kreatifitasnya. Dan tak akan kau temukan aneka Barbie berjajar di kamar Syifa. Karena ia hanya memiliki sebuah boneka Barbie, itupun karena dibelikan Neneknya. Ayahnya lebih rela membelikan Syifa sekeranjang lego, malam, atau setumpuk puzzle dari pada harus membelikannya sebuah boneka Barbie yang dirasa minim manfaatnya.
Hari ini, aku kembali mendapatkan sebuah sentilan manis dari Tuhan. Disaat aku mulai kikir, Tuhan pertemukan aku dengan peri kecil yang dermawan. Saat aku mulai lelah dengan usaha, Tuhan pertemukan aku dengan gadis kecil yang penuh semangat untuk belajar. Dan masih begitu banyak hal yang mengagumkan darinya. Syifa, gadis kecil bermata bulat. Peri kecil dengan hati bak malaikat.
Kini, aku mulai mengerti bahwa setiap kejadian yang aku lewati adalah sebuah proses pendewasaan diri. Bahwa dibalik setiap penundaan terkabulnya impian, pedihnya sebuah penantian, dan dibalik terhentinya sebuah pengharapan, ada berbagai hal yang harus aku pelajari. Allah hanya ingin aku lebih banyak belajar dan belajar dan terus belajar lagi. Bahwa masih ada banyak orang yang harus aku kenal sebelum benar-benar berlabuh. Salah satunya adalah Syifa. Gadis kecil bermata bulat dengan hati bak malaikat. Ialah peri kecil pendamai hati yang kerap tercuil oleh berbagai hal yang penuh misteri.
Terima kasih untuk perjumpaan hari ini Peri Kecil Syifa. Gadis bermata bulat dengan hati bak malaikat.

Sabtu, 1 Agustus 2012
Kamar, Ruang inspirasi

Aisyah El Fayruz @istfun