Laman

Label

Rabu, 03 Juni 2015

Menanti


Waktu serasa berjalan begitu lambat. Hingga jemariku terasa lelah untuk kembali berhitung mundur. Aku menunggumu… Sejak sang fajar mulai tersenyum malu-malu, hingga mentari kembali menepi di tepian sunyi. Dan aku masih menunggumu. Di sini… Tanpa kata, tanpa suara.
Detik demi detik pun terus bergulir. Menit bergaanti jam. Dan hari-hari terus berlalu, hingga bulan baru kembali berlabuh. Namun, aku masih tetap di sini. Menunggumu. Ya… hanya menunggu sebuah ketidak pastian. Lalu, apalah arti sebuah penantian, ketika kepastian hanya berupa hayalan? Entahlah…
Waktu memang tak pernah menjanjikan kepastian. Karena sejatinya, kepastian itu ada dikala ia benar-benar terjadi atau telah terjadi. Masa depan tak pernah pasti, namun aku akan tetap menanti. Tapi bukan untuk penantian sejati, atau penantian tanpa henti. Sejatinya hidup memang hanyalah tentang penantian. Menanti akan apa yang belum terjadi, dan menanti apa yang belum dimiliki.
Kembali menunggu rembulan menggantikan senja. Menghias kesunyian dengan sebuah intonasi nada yang memukau sukma. Tak banyak yang bisa kulakukan, selain terus menuliskan kerinduan yang tak terbayang. Hingga jemari ini begitu lincah menari-nari di atas tombol-tombol hitam yang legam. Ya… inilah caraku menunggumu. Inilah caraku menantimu.
Menulis untukmu, dan menulis tentangmu. Tentang sebuah ketidak pastian. Yang pasti, aku akan terus menulis, agar nanti engkau tahu betapa banyak coretan yang terbanjiri kata tentangmu. Dan betapa panjang waktu yang telah kuhabiskan hanya untuk menunggumu. Iya.. kamu. Kamu yang bernama “kepastian”.
Lalu sampai kapan penantian panjang kan berakhir?
Aku… akan terus menantimu tak untuk sepanjang hidupku. Tak pula untuk penantian tanpa ujung. Aku akan terus menantimu, hingga Tuhan berkata “Waktunya berhenti untuk menanti”. Dan biarlah waktu yang menjadi jawaban “sampai kapan” itu harus kulakukan. Dan biarlah takdir Tuhan yang menggariskan bahwasanya nanti aku akan berjalan beriringan dengan sebuah kepastian yang terhayalkan, atau aku harus berubah haluan hingga kutemukan sebuah pencerahan.
Kembali tersenyum di pagi hari yang cerah, dengan sebuah keyakinan bahwa penantian akan segera berujung. Hingga hadir sebuah penantian baru dari impian yang terus bertambah dan lagi-lagi baru. Dan aku akan terus menantimu bersama rangkaian kata dalam banjiran karya. Sampai nanti saat kau baca, kau akan merasa bangga.
Bersama terurainya tinta di atas kanvas, ku ukir namamu dengan pena rindu. Ya.. namamu, nama yang tak kutahu pasti, berawal dan berakhir dengan huruf apa. Hingga Tuhan kembali berkata “Waktunya menjemput yang pasti”.
Untukmu… yang entah tak kutahu kepastiannya.


Salam di ujung senja.
Aisyah El Fayruz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungannya.. jangan lupa tinggalkan komentar dan follow g+ yaa.. ^_^