Waktu serasa berjalan begitu lambat. Hingga jemariku terasa lelah untuk
kembali berhitung mundur. Aku menunggumu… Sejak sang fajar mulai tersenyum
malu-malu, hingga mentari kembali menepi di tepian sunyi. Dan aku masih
menunggumu. Di sini… Tanpa kata, tanpa suara.
Detik demi detik pun terus bergulir. Menit bergaanti jam. Dan hari-hari
terus berlalu, hingga bulan baru kembali berlabuh. Namun, aku masih tetap di
sini. Menunggumu. Ya… hanya menunggu sebuah ketidak pastian. Lalu, apalah arti
sebuah penantian, ketika kepastian hanya berupa hayalan? Entahlah…
Waktu memang tak pernah menjanjikan kepastian. Karena sejatinya,
kepastian itu ada dikala ia benar-benar terjadi atau telah terjadi. Masa depan
tak pernah pasti, namun aku akan tetap menanti. Tapi bukan untuk penantian
sejati, atau penantian tanpa henti. Sejatinya hidup memang hanyalah tentang
penantian. Menanti akan apa yang belum terjadi, dan menanti apa yang belum
dimiliki.
Kembali menunggu rembulan menggantikan senja. Menghias kesunyian dengan
sebuah intonasi nada yang memukau sukma. Tak banyak yang bisa kulakukan, selain
terus menuliskan kerinduan yang tak terbayang. Hingga jemari ini begitu lincah
menari-nari di atas tombol-tombol hitam yang legam. Ya… inilah caraku
menunggumu. Inilah caraku menantimu.
Menulis untukmu, dan menulis tentangmu. Tentang sebuah ketidak pastian. Yang
pasti, aku akan terus menulis, agar nanti engkau tahu betapa banyak coretan
yang terbanjiri kata tentangmu. Dan betapa panjang waktu yang telah kuhabiskan
hanya untuk menunggumu. Iya.. kamu. Kamu yang bernama “kepastian”.
Lalu sampai kapan penantian panjang kan berakhir?
Aku… akan terus menantimu tak untuk sepanjang hidupku. Tak pula untuk
penantian tanpa ujung. Aku akan terus menantimu, hingga Tuhan berkata “Waktunya
berhenti untuk menanti”. Dan biarlah waktu yang menjadi jawaban “sampai kapan”
itu harus kulakukan. Dan biarlah takdir Tuhan yang menggariskan bahwasanya
nanti aku akan berjalan beriringan dengan sebuah kepastian yang terhayalkan,
atau aku harus berubah haluan hingga kutemukan sebuah pencerahan.
Kembali tersenyum di pagi hari yang cerah, dengan sebuah keyakinan bahwa
penantian akan segera berujung. Hingga hadir sebuah penantian baru dari impian
yang terus bertambah dan lagi-lagi baru. Dan aku akan terus menantimu bersama
rangkaian kata dalam banjiran karya. Sampai nanti saat kau baca, kau akan
merasa bangga.
Bersama terurainya tinta di atas kanvas, ku ukir namamu dengan pena
rindu. Ya.. namamu, nama yang tak kutahu pasti, berawal dan berakhir dengan huruf
apa. Hingga Tuhan kembali berkata “Waktunya menjemput yang pasti”.
Untukmu… yang entah tak kutahu kepastiannya.
Salam di ujung senja.
Aisyah El Fayruz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungannya.. jangan lupa tinggalkan komentar dan follow g+ yaa.. ^_^