Laman

Label

Sabtu, 26 April 2014

Ratapan Zombigarete

Dua bola mata itu masih tetap sama indah seperti saat pertama kali aku memandangnya. Tatapan polosnya menyiratkan kedamaian senja, senantiasa menentramkan jiwa setiap mata yang memandangnya. Bulat dan berhias bulu lentik semakin menambah aura kecantikan yang ada padanya. Rambut keriting kemerahan menggelayut manja pada seutas pita merah yang tersemat di kepalanya.
Seketika jantungku pun seolah berhenti berdetak kala memandang senyum manis dari bibir merahnya yang mungil. Gadis itu duduk di sampingku, di atas ranjang serba putih. Nampak di pangkuannya sebuah boneka Teddy Bear yang kuhadiahkan saat ia ulang tahun kemarin.

Aku tak ingat betul apa yang membuatku berada dalam ruangan berinfus ini. Setahuku, terakhir kali yang aku lakukan adalah duduk di depan komputer dengan dua pax sigaret yang setia menemani dalam setiap hari-hariku. Menggeluti pekerjaan sebagai arsitektur membuatku kerap merasakan kebosanan yang sangat dengan garis-garis yang harus aku rapikan. Menghitung angka-angka yang sering membuatku pusing. Tapi, semua itu terselamatkan olah sigaret yang setia di sisiku. Tak peduli pagi, siang, atau malam, sigaret selalu ada untuk menyemangatiku dalam berkreasi dan berinspirasi. 

Awalnya tak sedikit pun terbesit dalam benakku untuk hidup sebagai perokok, karena sedari kecil aku sangat benci dengan yang namanya sigaret. Ayahku yang juga seorang perokok berat selalu menghabiskan terlalu banyak uang untuk kepuasannya saja. Sedangkan apa yang aku perlukan kerap tak terwujud karena kurangnya biaya. Namun, siapa yang menyangka kalau akhirnya aku pun mengikuti jejak ayahku dan ketagihan juga dengan sigaret.

Salah pergaulan telah membuatku terjerumus dalam jurang yang seharusnya tak aku lalui. Yaah.. Gengsi telah menjadi alasan pertama kenapa aku tiba-tiba menjadi perokok pasif. Ejekan dari teman-teman nongkrong membuatku kalut dan merobohkan komitmenku untuk tidak menjadi perokok. Sebutan “Banci” membuatku nekat menghisap racun mematikan ini. “Bukan Cowok kalau nggak merokok.”

Mereka semua selalu menyudutkanku hingga akhirnya aku pun menyerah dengan komitmenku dan mencoba menghisap sigaret yang mereka tawarkan. Meski awalnya aku harus terbatuk-batuk karena tersedak, lama-lama aku pun mulai terbiasa berteman sigaret. Setidaknya dalam satu hari aku selalu menghabiskan tidak kurang dari dua pax untuk kuhisap sebagai teman minum kopi dan berinspirasi.

Dan pada akhirnya, ratapan sedih dan penyesalan hebat yang kini aku rasakan. Apalagi saat aku harus tergolek lemah di ranjang ini. Air mata pun tak mampu kubendung lagi ketika melihat putri kecilku di depanku. Memandangku penuh kecemasan dengan mata cantiknya yang berkaca-kaca. Kirani, putri kecilku yang baru kemarin usianya genap lima tahun. Namun, kecerdasannya telah membuatku sangat bangga telah memilikinya.

“Ayah.. Kenapa tidurnya lama sekali?” Dengan polosnya Kirani mengatakan itu padaku sambil mengusap-usap jemari mungilnya ke pipiku. Aku yang baru siuman, karena ternyata kemarin pingsan setelah merasakan batuk hebat hingga banyak darah keluar dari mulutku.
“Tidak apa-apa sayang” Aku pun langsung memeluk putri semata wayangku dengan erat.

Dua tahun ini aku memang telah merasakan penurunan drastis dengan kondisi fisikku. Tubuhku makin kurus, mata cekung dengan lingkaran yang kian menghitam setiap harinya. Sering kurasakan sesak nafas yang hebat. Seakan hidup segan mati pun tak mau. Selama itu pula aku merasa diriku semakin mirip Zombie. Yah.. lebih tepatnya Zombigarete, Zombie yang tak pernah lepas dengan sigaret.

Dokter telah memfonisku terkena penyakit kanker paru-paru dan tenggorokan yang akhirnya membuatku seolah separuh hidup separuh mati. Umurku sudah bisa dipastikan tidak akan lama lagi. Dan yang paling membuatku menyesal, aku akan  melewatkan detik-detik pertumbuhan putri kesayanganku dan mati muda. Hatiku semakin menjerit kencang karena melihat Kirani harus menjadi putri seorang Zombigarete. Aku yang menghisap, imbasnya putriku pun mau tak mau telah menjadi perokok pasif juga.

Andai waktu bisa diulang kembali, aku takkan pernah menyentuh sigaret dan membuangnya jauh-jauh dari hidupku. Namun apalah daya, kini aku pun telah menjadi seorang Zombigarete yang hanya tinggal menunggu malaikat maut menjemputku.


Gambar ini di ambil dari facebook

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis "Diary Sang Zombigarete"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungannya.. jangan lupa tinggalkan komentar dan follow g+ yaa.. ^_^