Pagi yang sangat cerah. Seperti biasa, setiap hari Minggu, Pak Jaiko menggembalakan sapi-sapi ternaknya di lapangan dekat rumah. Sapi Pak Jaiko ada sepuluh ekor. Semuanya sangat penurut, kecuali yang bernama Sapiko. Sapi jantan berwarna coklat yang pemalas. Setiap hari kerjaannya hanya makan sambil tidur-tiduran di kandang. Ia tidak pernah mau ikut bergembala di tanah lapang seperti sapi yang lainnya.
"Hei
Sapiko, kau tidak ikut ke lapangan lagi?” tanya Sepi. Sapi betina berwarna
cokelat yang memiliki bulu mata sangat lentik.
“Enggak
ah, malas. Di luar sangat panas” jawab Sapiko sambil menguap lebar. Kemudian,
ia memakan rumput-rumput segar yang ada di depannya.
“Jangan
makan sambil tidur! Dasar pemalas" Sepi mengingatkan Sapiko yang masih
sibuk mengunyah rerumputan. Baru saja, Pak Jaiko membawa gundukan rumput hijau
yang lezat untuk Sapiko, sebelum pergi menggembalakan sapi-sapi yang lain di
tanah lapang.
Pak
Jaiko memang orang yang sangat baik. Setiap pagi-pagi sekali selalu datang
untuk membawa gundukan rumput hijau yang masih segar untuk semua sapinya.
Kecuali hari Minggu, Pak Jaiko hanya menyiapkan satu gundukan kecil untuk
Sapiko saja, karena ia tak pernah mau beranjak dari kandangnya. Sementara
sapi-sapi yang lain pergi bergembala di tanah lapang yang luas bersama Pak
Jaiko.
"Memangnya
kenapa kalau makan sambil tidur? Sesuka aku dong." Sapiko melengos,
mengelak dengan nada ketus.
"Tidak
baik buat saluran pencernaan" jawab Sepi sembari bergegas menuju pintu keluar
kandang.
"Ah
kamu sudah seperti Pak Darto saja" Sapiko melengos tak peduli. Kembali
mengunyah rumput-rumput yang lezat itu sambil tiduran di dalam kandang.
Pak
Darto adalah dokter hewan yang ada di Desa Permai. Orangnya tinggi besar dan
berkumis tebal. Kemana-mana, ia selalu membawa koper penuh alat-alat tajam.
Jarum suntik seper besar dan cairan-cairan aneh.
Tidak
hanya itu, Pak Darto juga suka memaksa hewan-hewan yang sakit untuk memakan
obat. Rasanya sangat pahit. Sepi pernah mencobanya saat perutnya sakit. Sejak
saat itu, Sepi selalu berhati-hati memilih rumput yang tak beracun.
***
Sementara
sapi-sapi yang lain asyik bermain dan berlarian di tanah lapang, Sapiko tidak
berhenti mengunyah rumput dari tadi. Ia juga tak menghiraukan perkataan Sepi.
Lagian, Sepi bukan dokter, mana mungkin Sapiko percaya dengan perkataan Sepi?
Sapiko
terus saja makan. Meski di mulutnya masih tersisa remah-remah rumput yang belum
ditelan, ia terus mengambil rumput lagi untuk ia makan.
“Jangaaan.”
Terdengar
teriakan Ula si ulat daun yang hampir saja ikut termakan oleh Sapiko. Tubuhnya
gemetar ketakutan saat melihat gigi-gigi besar di mulut Sapiko yang ternganga
lebar.
“Jangan
makan aku” seru Ula.
Sapiko
kaget mendengarnya. Ia pun tersedak oleh makanan yang masih tersisa di dalam
mulutnnya.
“Uhuk..
uhuk.. uhuk..” Sapiko terbatuk-batuk. Tenggorokannya terasa sangat sakit. Tapi,
saat ia hendak berdiri untuk mengambil air di kaleng hitam besar yang
disediakan Pak Jaiko, ia tidak bisa berdiri. Kakinya tidak mampu menopang tubuh
gendut Sapiko. Ia pun terus terbatuk-batuk kesakitan.
“To...
long… uhuk” Sapiko merintih. Meminta tolong dengan suaranya yang terbata-bata.
Ula
tidak menghiraukan Sapiko. Ia terlalu gemetar dan ketakutan saat melihat
gigi-gigi besar itu. Ula menjauh dari gundukan rumput yang ada di depan Sapiko.
Selang
beberapa waktu, Pak Jaiko datang bersama sapi-sapinya. Saat mengetahui Sapiko
yang terbatuk-batuk dan merintih kesakitan, Pak Jaiko langsung memanggil Pak
Darto.
Sepi
bergegas mengambilkan air minum dari bak besar hitam untuk Sapiko, agar
batuknya sedikit reda.
***
Tak
lama kemudian, Pak Jaiko datang bersama dokter hewan Desa Permai. Seperti
biasa, Pak Darto membawa koper besar dengan perlengkapan yang sangat lengkap.
Sapiko
ketakutan. Meskipun badan Sapiko sangat besar, ia takut dengan jarum suntik
milik Pak Jaiko. Ia pernah melihatnya saat Pak Darto menyuntik Kudora, kuda
milik tetangga sebelah. Dan Kudora menjerit kesakitan.
“Hai
Sapiko, jangan takut. Aku tak akan menggigitmu” gurau Pak Darto saat melihat
wajah pucat Sapiko.
Semuanya
pun ikut tertawa.
Setelah
pak Darto selesai memeriksa keadaan Sapiko, ia mengoyak-oyak kopernya, mencari
sesuatu dari dalamnya.
“Tidaak,
aku tidak mau disuntik” teriak Sapiko. Ia susah payah menyeret badan gemuknya
dan beringsut mundur. Menjauh dari Pak Darto.
Pak
Darto tertawa.
“Kali
ini kau selamat Sapiko. Aku tidak akan menyuntikmu” kata Pak Darto sambil
mengambil beberapa butir obat untuk diberikan Sapiko.
Sebenarnya,
sapiko terkena gejala radang tenggorokan karena terlalu sering makan sambil
tidur. Ia juga terkena obesitas, yaitu kegemukan yang berlebihan karena Sapiko
selalu malas olah raga. Kesehariannya hanya makan dan tidur saja.
Semenjak
saat itu, Sapiko berjanji kalau ia akan rajin berolah raga dan tidak akan malas
lagi untuk ikut bergembala di tanah lapang bersama Pak Jaiko . Ia juga berjanji
kepada Sepi kalau ia tidak akan makan sambil tidur lagi. Obat Pak Darto rasanya
sangat pahit. Nggak enak. Sapiko tidak ingin sakit lagi. Ia tak mau dipaksa
minum obat itu lagi.
***
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah yang telah memberikan saya kesempatan untuk mengenal Bu Nurhayati Pujiastuti, guru di Grup Merah Jambu 4. Dan cerpen ini merupakan cerpen perdana yang dimuat di media, yakni Koran Anak Berani. Hasil belajar bersama Merah Jambu selama 6 minggu yang mengesankan. Semoga suka dengan cerpen anak ini.
Dimuat di Koran Anak Berani edisi 4, tanggal 5 dan 12 Oktober 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungannya.. jangan lupa tinggalkan komentar dan follow g+ yaa.. ^_^