Laman

Label

Kamis, 12 November 2015

Sapiko yang Pemalas



Pagi yang sangat cerah. Seperti biasa, setiap hari Minggu, Pak Jaiko menggembalakan sapi-sapi ternaknya di lapangan dekat rumah. Sapi Pak Jaiko ada sepuluh ekor. Semuanya sangat penurut, kecuali yang bernama Sapiko. Sapi jantan berwarna coklat yang pemalas. Setiap hari kerjaannya hanya makan sambil tidur-tiduran di kandang. Ia tidak pernah mau ikut bergembala di tanah lapang seperti sapi yang lainnya.

"Hei Sapiko, kau tidak ikut ke lapangan lagi?” tanya Sepi. Sapi betina berwarna cokelat yang memiliki bulu mata sangat lentik.
“Enggak ah, malas. Di luar sangat panas” jawab Sapiko sambil menguap lebar. Kemudian, ia memakan rumput-rumput segar yang ada di depannya.
“Jangan makan sambil tidur! Dasar pemalas" Sepi mengingatkan Sapiko yang masih sibuk mengunyah rerumputan. Baru saja, Pak Jaiko membawa gundukan rumput hijau yang lezat untuk Sapiko, sebelum pergi menggembalakan sapi-sapi yang lain di tanah lapang.
Pak Jaiko memang orang yang sangat baik. Setiap pagi-pagi sekali selalu datang untuk membawa gundukan rumput hijau yang masih segar untuk semua sapinya. Kecuali hari Minggu, Pak Jaiko hanya menyiapkan satu gundukan kecil untuk Sapiko saja, karena ia tak pernah mau beranjak dari kandangnya. Sementara sapi-sapi yang lain pergi bergembala di tanah lapang yang luas bersama Pak Jaiko.
"Memangnya kenapa kalau makan sambil tidur? Sesuka aku dong." Sapiko melengos, mengelak dengan nada ketus.
"Tidak baik buat saluran pencernaan" jawab Sepi sembari bergegas menuju pintu keluar kandang.
"Ah kamu sudah seperti Pak Darto saja" Sapiko melengos tak peduli. Kembali mengunyah rumput-rumput yang lezat itu sambil tiduran di dalam kandang.
Pak Darto adalah dokter hewan yang ada di Desa Permai. Orangnya tinggi besar dan berkumis tebal. Kemana-mana, ia selalu membawa koper penuh alat-alat tajam. Jarum suntik seper besar dan cairan-cairan aneh.
Tidak hanya itu, Pak Darto juga suka memaksa hewan-hewan yang sakit untuk memakan obat. Rasanya sangat pahit. Sepi pernah mencobanya saat perutnya sakit. Sejak saat itu, Sepi selalu berhati-hati memilih rumput yang tak beracun.
***
Sementara sapi-sapi yang lain asyik bermain dan berlarian di tanah lapang, Sapiko tidak berhenti mengunyah rumput dari tadi. Ia juga tak menghiraukan perkataan Sepi. Lagian, Sepi bukan dokter, mana mungkin Sapiko percaya dengan perkataan Sepi?
Sapiko terus saja makan. Meski di mulutnya masih tersisa remah-remah rumput yang belum ditelan, ia terus mengambil rumput lagi untuk ia makan.
“Jangaaan.”
Terdengar teriakan Ula si ulat daun yang hampir saja ikut termakan oleh Sapiko. Tubuhnya gemetar ketakutan saat melihat gigi-gigi besar di mulut Sapiko yang ternganga lebar.
“Jangan makan aku” seru Ula.
Sapiko kaget mendengarnya. Ia pun tersedak oleh makanan yang masih tersisa di dalam mulutnnya.
“Uhuk.. uhuk.. uhuk..” Sapiko terbatuk-batuk. Tenggorokannya terasa sangat sakit. Tapi, saat ia hendak berdiri untuk mengambil air di kaleng hitam besar yang disediakan Pak Jaiko, ia tidak bisa berdiri. Kakinya tidak mampu menopang tubuh gendut Sapiko. Ia pun terus terbatuk-batuk kesakitan.
“To... long… uhuk” Sapiko merintih. Meminta tolong dengan suaranya yang terbata-bata.
Ula tidak menghiraukan Sapiko. Ia terlalu gemetar dan ketakutan saat melihat gigi-gigi besar itu. Ula menjauh dari gundukan rumput yang ada di depan Sapiko.
Selang beberapa waktu, Pak Jaiko datang bersama sapi-sapinya. Saat mengetahui Sapiko yang terbatuk-batuk dan merintih kesakitan, Pak Jaiko langsung memanggil Pak Darto.
Sepi bergegas mengambilkan air minum dari bak besar hitam untuk Sapiko, agar batuknya sedikit reda.
***
Tak lama kemudian, Pak Jaiko datang bersama dokter hewan Desa Permai. Seperti biasa, Pak Darto membawa koper besar dengan perlengkapan yang sangat lengkap.
Sapiko ketakutan. Meskipun badan Sapiko sangat besar, ia takut dengan jarum suntik milik Pak Jaiko. Ia pernah melihatnya saat Pak Darto menyuntik Kudora, kuda milik tetangga sebelah. Dan Kudora menjerit kesakitan.
“Hai Sapiko, jangan takut. Aku tak akan menggigitmu” gurau Pak Darto saat melihat wajah pucat Sapiko.
Semuanya pun ikut tertawa.
Setelah pak Darto selesai memeriksa keadaan Sapiko, ia mengoyak-oyak kopernya, mencari sesuatu dari dalamnya.
“Tidaak, aku tidak mau disuntik” teriak Sapiko. Ia susah payah menyeret badan gemuknya dan beringsut mundur. Menjauh dari Pak Darto.
Pak Darto tertawa.
“Kali ini kau selamat Sapiko. Aku tidak akan menyuntikmu” kata Pak Darto sambil mengambil beberapa butir obat untuk diberikan Sapiko.
Sebenarnya, sapiko terkena gejala radang tenggorokan karena terlalu sering makan sambil tidur. Ia juga terkena obesitas, yaitu kegemukan yang berlebihan karena Sapiko selalu malas olah raga. Kesehariannya hanya makan dan tidur saja.
Semenjak saat itu, Sapiko berjanji kalau ia akan rajin berolah raga dan tidak akan malas lagi untuk ikut bergembala di tanah lapang bersama Pak Jaiko . Ia juga berjanji kepada Sepi kalau ia tidak akan makan sambil tidur lagi. Obat Pak Darto rasanya sangat pahit. Nggak enak. Sapiko tidak ingin sakit lagi. Ia tak mau dipaksa minum obat itu lagi.

***
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah yang telah memberikan saya kesempatan untuk mengenal Bu Nurhayati Pujiastuti, guru di Grup Merah Jambu 4. Dan cerpen ini merupakan cerpen perdana yang dimuat di media, yakni Koran Anak Berani. Hasil belajar bersama Merah Jambu selama 6 minggu yang mengesankan. Semoga suka dengan cerpen anak ini.

Dimuat di Koran Anak Berani edisi 4, tanggal 5 dan 12 Oktober 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas kunjungannya.. jangan lupa tinggalkan komentar dan follow g+ yaa.. ^_^