Sabtu, 26 Sya'ban 1412 H. Kala itu pagi masih buta. Sang mentari belum jua menampakkan sinarnya. Hawa dingin masih saja menerobos masuk melalui celah pori-pori ke dalam persendian. Terbaring seorang perempuan di tempat tidurnya sembari menahan sakit yang luar biasa. Meregang nyawa demi anak dalam kandungannya. Sang suami bergegas mencari bidan untuk membantu persalinan istrinya. Bersama dengan Ibu mertua, sang suami menjemput bidan di dekat rumah mereka, karena sudah tidak memungkinkan lagi untuk memboyong istri ke puskesmas.
Tak lama kemudian, suara tangis bayi perempuan
memecah bingkai keheningan di kamar berukuran 2x3 meter. Bidan belum juga
datang, namun bayi itu sudah tak sabar untuk menghirup aroma segar dunia nyata.
Rasa sakit, senang, haru bercampur menjadi satu. Darah yang tumpah ruah tak
menjadikan perempuan itu berhenti bersyukur akan kelahiran Putri Kecilnya.
Suara tangis itu juga telah membangunkan sang
kakak yang terlelap dalam buaian mimpi. Bocah laki-laki yang berumur 4 tahun.
Rasa gembira tergambar jelas di wajahnya saat ia berkata "Lho adik
bayi". Putri Kecil dengan mata yang bulat, kulit putih, hidung pesek, dan
kepala gundul. Lucu sekali dengan hidungnya yang pesek dan mungil.
Rumah sederhana itu pun menjadi berpenghuni 5
orang. Bayi mungil itu kini telah menambah riuh kehidupan mereka. Rumah yang
sederhana, dan keluarga yang sederhana. Namun semua itu sudah cukup untuk
membuat Putri Kecil itu tumbuh semakin dewasa.
Masa kecil selalu membuatnya terkenang akan masa
dimana dunia masih dalam genggamannya. Tiada takut, ragu, ataupun cemas ketika
terjatuh saat belajar melangkah. Perlahan, jatuh, bangkit berdiri lagi,
melangkah lagi, melangkah terus, hingga akhirnya ia bisa berlari. Masa dimana kepalanya yang masih gundul hingga berumur 3 tahun tetap membuatnya percaya diri, merasa tetap lucu dan menggemaskan.
Putri Kecil itu, si mata bulat, kini telah
membawa mimpi masa kecilnya menuju masa depan. Namun, apa yang dirasa tak lagi
sama seperti masa kecilnya. Dimana rasa takut, ragu, dan cemas begitu sering
membuntutinya disetiap ia hendak melangkah. Semuanya tak lagi mudah ketika
perasaan telah tercampur baur menjadi satu.
Tak banyak yang ia inginkan. Putri Kecil itu
hanya tetap ingin selalu tampak menyenangkan bagi orang lain. Ia, si mata bulat
dengan hidungnya yang pesek hanya ingin bisa menjadi kebanggaan. Sebuah mimpi
besar sedari ia kecil hanyalah untuk membahagiakan setiap orang yang
mengenalnya. Terutama sang Ibu, yang telah memperjuangkan banyak hal untuknya.
Ibu, yang tiada bosan mendengarkan celotehan yang bahkan, terkadang tidak
penting untuk didengarkan. Hanya demi melihat Putri Kecilnya kembali berdiri
tegak dengan senyum yang mengembang.
Putri Kecil itu kini telah dewasa. Ia terus
melangkah sembari menggenggam mimpinya sebagai seorang penulis. Dan mimpi-mimpi
lain di masa kecilnya yang belum terjamah. Namun ia selalu percaya bahwa kesempatan
itu selalu ada. Hingga suatu saat nanti, semua mimpinya bisa terwujud.
Ia telah dewasa, namun tak banyak yang bisa ia
berikan kepada orang tuanya. Si mata bulat dengan hidung pesek yang mungil itu
kini semakin besar, meskipun ia tetap saja manja. Seberapapun umurnya
bertambah, seberapapun tinggi tubuh mungilnya dulu, ia tetap menjadi Putri
Kecil Ibu. Bahkan hingga nanti, saat ia menikah, ia tetap menjadi Putri Kecil
Ibu.
Dan kini, tepatnya Sabtu kemarin, tanggal 26
Sya'ban 1436 H, Putri Kecil itu genap berumur 24 tahun versi kalender Hijriah.
Ia mulai merasakan jatuh cinta. Sosok lelaki yang hebat, yang kerap membuatnya
kagum dengan semua kepiawaiannya. Ia hanya lelaki biasa, dengan semua
kesederhanaannya. Namun, tak mudah lagi melupakan sosoknya dalam tiap
keheningan malam. Ketika hanya bisa mencintainya dalam diam. Ketika semua
kekosongan hanya berisi bayangan.
Putri Kecil Ibu kini telah jatuh hati. Sosoknya
yang selalu menyemangati dan meyakinkan seorang Putri Kecil untuk terus meraih
semua mimpi. Ia yang selalu meyakinkan bahwa Putri Kecil bisa. Meskipun kini,
yang ada hanyalah diam tanpa geming, Putri Kecil tetap membawanya dalam mimpi. Putri
Kecil masih menunggunya, dengan segenap rasa yang tersimpan dalam lubuk hati.
Saat ini, memang hanya sebatas itu yang bisa ia lakukan sembari menanti
datangnya rembulan baru dan membawanya sebagai seorang pangeran. Putri Kecil
masih menantinya, melalui tiap guratan pena yang tergambar dalam kanvas-kanvas
berlantunkan doa.
Bersama bayangannya, Putri Kecil terus menulis
dan selalu menulis. Agar ia tahu bahwa Putri Kecil tetap berusaha berjalan di
atas mimpi yang semakin nyata di depannya. Agar kelak saat benar Tuhan
mempersatukannya dengan sosok idaman itu, ada banyak hal yang pantas untuk
dibanggakan.
Bersama tetasan tinta, semua cintanya ia
persembahkan untuk sosok Ayah dan Ibunya yang penuh kesabaran dalam membesarkan
dan mendidik Putri Kecil. Kakak dan Adiknya yang selalu menemani tiap tumbuh
kembang Putri Kecil. Dan untuknya, sosok yang mengagumkan, yang diam-diam telah
membawa Putri Kecil Ibu terbuai dalam rasa cinta. Putri Kecil si Mata Bulat
masih menunggumu di sini, menjemputnya. Dan menjadikannya sebagai Putri yang
sesungguhnya. Putri Kecil itu bernama Ais.
Salam penuh kenangan dan harapan.
Aisyah El Fayruz.
@istfun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungannya.. jangan lupa tinggalkan komentar dan follow g+ yaa.. ^_^